Malam tanpa bintang tidak menyusutkan semangat untuk sang pemimpi dikala sinar lilin menerangi dan dimeriahkan paduan suara jangkrik yang bernyanyi ditengah kebisuan malam yang menunggu mentari menyambut pagi dengan semangat baru. '_'

Kamis, 07 Juni 2012

KEMAMPUAN BERPIDATO SISWA KELAS 1 SMP NEGERI 3 WANGI-WANGI TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN

    Latar Belakang dan Masalah
1.1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat utama dalam berkomunikasi. Komunikasi dapat berlangsung dimana saja, dalam lingkungan keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan masyarakat, di kelas, di tempat keramaian, atau dimanapun kita berada komunikasi tetap berlangsung.
Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara konkrit dan abstrak. Pikiran seseorang dapat berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dalam benaknya. Agar pikiran tersebut dapat tercapai efektif, diperlukan kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyiartikulasi atau pengucapan kata-kata untuk dapat menyampaikan informasi dengan efektif dan komunikatif, pembicara harus menguasai isi pembicaraan tersebut (
Pembelajaran bahasa Indonesia aspek berbicara khususnya berpidato dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, guru sangat dituntut mempersiapkan rencana pembelajaran (silabus), agar siswa terampil berpidato. Dalam berpidato, siswa dituntut untuk mampu dalam hal kejelasan lafal, intonasi, nada, kelancaran dan sikap tubuh.<`r />Berpidato dalam situasi yang formal dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar memerlukan latihan dan bimbingan yang intensif. Seorang siswa tentu sering terlibat dalam kegiatan berbicara formal, misalnya bertanya dalam kelas, berdiskusi, berseminar, berpidato, berceramah, dan sebagainya.
Dalam proses belajar mengajar siswa dituntut kemampuannya mengemukakan pendapatnya secara lisan. Misalnya bertanya dalam kelas, berdiskusi, atau berpidato. Kemampuan siswa dalam mengemukakan gagasan dan pikiran secara lisan yang didukung oleh  argumentasi yang kuat untuk meyakinkan pihak lain sangat dituntut. Argumentasi yang kuat harus pula ditunjang oleh pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Cara berpidato pun harus jelas dan sistematis, supaya informasi yang disampaikan efektif.
Khususnya di SMP Negeri 3 Wangi-Wangi berdasarkan pengamatan dan data yang diperoleh dari kepala sekolah dan guru bidang studi, bahwa di SMP Negeri 3 Wangi-Wangi keterampilan berbicara khususnya keterampilan berpidato merupakan bagian yang dipentingkan dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan kenyataan yang diungkap di atas, maka perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul “Kemampuan Berpidato Siswa Kelas 1 di SMP Negeri 3 Wangi-Wangi”. Sepanjang pengetahuan penulis belum ada peneliti yang mengkaji secara khusus mengenai kemampuan berpidato siswa kelas 1 SMP Negeri 3 Wangi-Wangi.

1.1.2. Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Kemampuan Berpidato Siswa Kelas 1 SMP Negeri 3 Wangi-Wangi Tahun ajaran 2012/2013.

    Tujuan dan Manfaat Penelitian
    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpidato siswa kelas 3 SMP Negeri 3 wangi-Wangi Tahun ajaran 2012/2013.

    Manfaat Penelitian
    Bagi guru bahasa Indonesia yaitu sebagai bahan masukan dan petunjuk tentang kemampuan berbicara khususnya kemampuan berpidato oleh siswa, serta pada aspek-aspek tertentu siswa mengalami kesulitan berhubungan dengan kemampuan berpidato.
    Sebagai bahan masukan dan umpan balik dalam penyempurnaan atau perbaikan pengajaran bahasa Indonesia khususnya tentang kemampuan berbicara yakni berpidato.
    Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi mereka yang akan meneliti tentang kemampuan berpidato lebih mendalam lagi.

    Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah keterampilan berpidato yang meliputi: (1) kejelasan lafal, (2) intonasi, (3) kelancaran, (4) nada dan (5) sikap tubuh.

    Batasan Operasional
    Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan siswa untuk melakukan kegiatan berpidato.
    Berpidato adalah penyampaian gagasan atau petunjuk dalam bentuk lisan mengungkapkan pikiran dalam bentuk lisan oleh siswa kepada teman-temannya di kelas.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA


    Pengertian Pidato
Pidato adalah ilmu tentang seni berbicara secara monolog, yaitu hanya seorang yang berbicara. (Hendrikus 1990: 17)
Pidato adalah salah satu ragam berbicara yang sering digunakan dari dulu sampai sekarang. Dalam penataran-penataran, dalam peringatan-peringatan, dalam seminar-seminar, dalam perayaan-perayaan, pidato sering digunakan. Seseorang memiliki kemampuan berpidato dalam forum-forum tersebut, biasanya mendapatkan tempat dihati para pendengarnya. Itulah sebabnya sehingga banyak orang yang ingin berusaha untuk memiliki keterampilan berbicara dengan baik agar sanggup menyampaikan pidato dihadapan massa dengan baik pula.
Seorang pemimpin, seorang ahli, seorang guru, seorang mahasiswa hendaknya berusaha pula memiliki keterampilan berbicara umumnya dan memiliki kemampuan bepidato di hadapan massa khususnya karena bagaimanapun pada suatu saat kita akan dituntut untuk berpidato. Pidato merupakan suatu hal yang sangat penting baik di waktu sekarang maupun pada waktu yang akan datang, karena pidato merupakan penyampaian dan penanaman pikiran, informasi, atau gagasan dari pembicara kepada khalayak ramai. Seseorang yang berpidato dengan baik akan mampu meyakinkan pendengarnya untuk menerima dan mematuhi pikiran, informasi, gagasan, atau pesan yang disampaikan.
Agar dapat berpidatodengan baik adda beberapa faktor yang harus diperhatikan, antara lain:
    Mempunyai tekad dan keyakinan bahwa pembicara mampu meyakinkan orang lain. Dengan memiliki tekad yang bulat akan tumbuh keberanian dan sikap percaya diri sehingga ia tidak ragu-ragu mengucapkan pidatonya.
    Memiliki pengetahuan yang luas, sehingga si pembicara dapat menguasai materi dengan baik. Untuk itu si pembicara sebaiknya banyak membaca dan mendengarkan pembicaraan yang baik.
    Memiliki perbendaharaan kata yang cukup, sehingga si pembicara mampu mengungkapkan pidato dengan lancer dan meyakinkan.
    Melakukan latihan yang intensif. Berpidato memerlukan latihan, apalagi di hadapan massa. Persiapan yang matang dan latihan yang intensif akan sangat membantu kelancaran berpidato ( Arsjad, 1993: 53).

    Tata Krama Berpidato
Berpidato di hadapan umum merupakan suatu kehormatan. Berhasil atau tidaknya pidato itu juga ditentukan oleh tata krama berpidato. Tata krama itu tentu disesuaikan dengan forum yang dihadapi, di hadapan sesame golongan, di hadapan pelajar, di hadapan pemeluk suatu agama, atau di hadapan rakyat desa dan lain-lain.
Perhatikan tata krama berpidato di bawah ini:
    Jika berpidato di hadapan umum, hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
    Berpakaianlah dengan rapih dan bersih, tetapi tidak bergaya pamer dengan memakai perhiasan atau pakaian yang berlebihan.
    Gunakanlah kata-kata yang sopan dan jangan memperhatikan keangkuhan, kesombongan, atau kepongahan, tetapi dengan rendah hati.
    Jika pidato panjang, agar tidak membosankan pendengar hendaknya diselingi humor, namun humor itu harus sopan.
    Jika berpidato di depan wanita atau sebagian besar wanita dan yang berpidato pria, perhatikanlah kata-kata yang digunakan, hendaknya jangan sampai menyinggung perasaan.
    Jika berpidato di hadapan orang-orang termuka, hendaknya mempersiapkan diri dengan sempurna, dengan demikian keyakinan kita akan tumbuh, selain itu kita tidak perlu merasa rendah diri.
    Jika berpidato di hadapan semua golongan, kita harus terbuka dan terus terang dan dapat agak santai, namun jangan melupakan tata krama.
    Jika yang mendengarkan pidato kita itu pelajar atau mahasiswa, kita harus mampu meyakinkan mereka dengan argumentasi-argumentasi yang logis.
    Jika berpidato di depan pemeluk suatu agama, kita harus menjaga jangan sampai ada satu ucapan yang menyinggung martabat suatu agama.
    Jika yang mendengarkan pidato kita itu masyarakat desa, gunakanlah kata-kata atau kalimat yang sederhana, sehingga pidato kita itu mudah dimengerti.

    Posisi Berpidato
Komunikasi akan lebih efektif  jika si pembicara dapat dilihat  oleh pendengar. Daya tarik akan kurang jika yang berpidato tidak dapat dilihat oleh pendengar. Usahakanlah berdiri pada tempat terteentu, jangan duduk. Berpidato dengan duduk hanya dapat dibenarkan dengan alsan tertentu. Ada juga pidato yang diucapkan di hadapan pendengar yang sama-sama duduk di lantai, misalnya pertemuan-pertemuan di desa.  Yang berpidato harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi.

    Sistematika Berpidato
    Secara garis besar sistematika adalah sebagai berikut:
    Mengucapkan salam pembuka dan menyapa hadirin.
    Menyampaikan pendahuluan yang biasanya dilahirkan dalam bentuk ucapan terima kasih, atau ungkapan kegembiraan, atau rasa syukur.
    Menyampaikan isi pidato, yang diucapkan dengan jelas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan gaya bahas yang menarik.
    Menyampaikan kesimpulan dari isi pidato, supaya mudah diingat oleh pendengar.
    Menyampaikan harapan yang berisi anjuran atau ajakan kepada pendengar untuk melaksanakan isi pidato.
    Menyampaikan salam penutup.

    Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berpidato
    Agar  pidato sukses, disamping dapat menguasai massa, masih diperlukan hal-hal berikut:
    Pembicara dituntut seseorang yang bermoral. Jika pembicara tidak baik dan diketahui oleh pendengar, maka pendengar akan mencemooh. Pembicara yang bermoral baik dan jujur akan sangat berkesan bagi pendengar.
    Pembicara hendaknya sehat jasmani dan rohani, sehingga penampilannya dapat bersemangat gagah, dan simpatik. Jangan sekali-kali menunjukkan fisik yang lemah di hadapan massa.
    Sarana yang diperlukan hendaknya cukup menunjang, misalnya publikasi, jika disampaikan pidato di hadapan massa, pengeras suara yang memadai, waktu dan tempat yang sesuai.
    Jika berpidato di hadapan massa, harus diperhatikan volume suara, pengetahuan massa, keadaan sosial, kebiasaan, adat istiadat,dan agama, waktu yang berbicara yang begitu lama, pembicara harus sabar dan menyesuaikan gayanya dengan massa.

    Ciri-Ciri Pidato yang Baik
    Ada sembilan hal yang mencirikan suatu pidato yang baik yaitu sebagai berikut:
    Saklik
Pidato dikatakan saklik apabila memiliki objektivitas dan unsur-unsur yang mengandung kebenaran. Saklik juga berarti bahwa ada hubungan antara isi dan formulasi pidato, sehingga indah kedengarannya, tetapi bukan berarti dihiasi dengan gaya bahasa yang berlebihan.
    Jelas
Pidato sedapat mungkin isinya dapat dimengerti oleh pendengar. Pembicara yang tidak dapat mengungkapkan pikiran secara jelas umumnya karena dia sendiri belum memahami masalah secara tepat dan benar.
    Hidup
Sebuah pidato yang baik harus hidup. Untuk menghidupkan pidato dapat  dipergunakan gambar, cerita pendek atau kejadian-kejadian yang relevan sehingga memancing perhatian pendengar.
    Memiliki Tujuan
Setiap pidato harus memiliki tujuan, yaitu apa yang mau dicapai. Tujuan ini harus dirumuskan dalam sutu atau dua rumusan pokok.
    Memiliki Klimaks
Klimaks dalam pidato adalah pembeberan kejadian demi kejadian atau kenyataan demi kenyataan dengan berusaha menciptakan titik-titik puncak dalam pidato untuk memperbesar ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar.
    Memiliki Pengulangan
Pengulangan atau redundans dalam pidato yang dimaksudkan terutama adalah pengulangan isi pesan dan bukan rumusan
    Berisi Hal-hal yang Mengejutkan
Memunculkan hal-hal yang mengejutkan dalam pidato berarti menciptakan hubungan yang baru dan menarik antara kenyataan-kenyataan yang dalam situasi biasa tidak dapat dilihat.
    Dibatasi
Pidat yang dibatasi adalah pidato yang hanya membeberkan satu atau dua persoalan yaitu tertentu saja.
    Mengandng Humor
Humor dalam pidato itu perlu, hanya saja tidak boleh terlalu banyak, sehingga member kesan bahwa pembicaraan tidak bersungguh-sungguh.

    Persiapan Berpidato
Menurut Keraf (dalam Arsjad, 1993: 56) ada tujuh langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan pidato yang baik, yaitu:
    Menentukan topik
    Menganalisis pendengar dan situasi
    Memilih dan menyampaikan topik
    Mengumpulkan bahan
    Membuat kerangka uraian
    Menguraikan secara mendetail
    Melatih dengan suara nyaring

    Menentukan Topik dan Tujuan
    Dalam hal menentuka topik atau topik pembicaraan yang akan disampaikan dalam pidato perlu deprhatikan langkah-langkah berikut:
    Topik yang dipilih hendaknya serba sedikit diketahui, dan ada kemungkinan untuk memperoleh lebih banyak keterangan atau informasi untuk melengkapinya.
    Persoalan yang disampaikan hendaknya menarik perhatian bagi pembicara sendiri.
    Persoalan yang dibicarakan hendaknya juga menarik perhatian pendengar. Suatu topik dapat menarik perhatian pendengar  karena:
    Topik itu mengenai persoalan para pendengar sendiri.
    Merupakan suatu jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi.
    Merupakan persoalan yang tengah ramai dibicarakan dalam masyarakat, atau persoalan yang jarang terjadi.
    Persoalan yang dibawakan merupakan konflik pendapat.
    Tingkat kesulitan persoalan yang akan habis hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan pendengar. Persoalan yang akan disampaikan hendaknya jangan sampai melampaui daya tangkap, sebaiknya jangan pula terlalu mudah, sebab dapat mengurangi perhatian pendengar terhadap si pembatasan dalam pidato.
    Persoalan yang  disampaikan hendaknya dapat diselesaikan dalam waktu yang disediakan bila pidato melampaui waktu yang ditentukan, dapat menimbulkan perhatian pendengar akan berkurang dan bahkan akan lenyap sama sekali.
Untuk menentukan tujuan pembicaraan hal ini perlu memperhatikan keadaan dan keinginan pembicara. Tujuan pembicaraan tersebut dapat  dibedakan atas tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan Umum
Tujuan umum beserta reaksi-reaksi umum yang terdapat dalam suatu uraian dapat dibedakan atas. 
    Tujuan Umum Reaksi yang diinginkan Sifat dan jenis uraian
    Mendorong membangkitkan emosi dan inspirasi persuasive
    Meyakinkan menyesuaikan pendapat, intelektual, persuasif keyakinan
    Bertindak/berbuat tindakan atau perbuatan tertentu dari persuasif pendengar
    Memberitahukan pengertian yang tepat mengenai instruktif suatu hal
    Menyenangkan minat dan kegembiraan reaktif
Tujuan uraian dikatakan mendorong bila pembicara berusaha memberi semangat, membangkit kegairahan atau menekankan perasaan yang kurang baik, serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inspirasi atau atau membangkitkan emosi para pendengar. Misalnya, pidato Ketua Umum PSSI, Kardono, diharapkan para pemain PSSI yang akan bertanding di luar negeri bertujuan agar memiliki semangat bertanding yang cukup tinggi dalam rangka membela nama bangsa dan negara.
Tujuan suatu uraian dikatakan  meyakinkan apabila pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan, mental, dan intelektual para pendengar. Alat yang sangat penting dalam uraian seperti ini adalah argumentasi. Untuk itu diperlukan bukti-bukti, fakta-fakta, atau contoh-contoh kongkrit yang dapat meyakinkan para pendengar. Reaksi yang diharapkan dari para pendengar  persesuaian  pendapat, intelektual, keyakinan, dan lain-lain atas  persoalan yang dibawakan.
Tujuan suatu uraian dikatakan berbuat atau bertindak bila pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar. Misalnya berupa seruan persetujuan atau ketidaksesuaian, pengumpulan dana, penedatanganan suatu resolusi, pengadaan suatu demokrasi. Dasar dari suatu tindakan atau perbuatan adalah keyakinan yang mendalam atau tebakarnya emosi, atau kedua-duanya. Tujuan suatu uraian untuk mendorong dan meyakinkan serta para pendengar dapat bertindak atau berbuat sesuatu termaksud uraian bersifat persuasif yang artinya membujuk atau mendorong.
Tujuan suatu uraian dikatakan memberitahukan, apabila pembicara ingin memberitahukan atau member informasi tentang sesuatu kepada para pendengar agar mereka dapat mengerti dan memahami hal itu atau memperluas bidang pengetahuan mereka. Misalnya seseorang guru menyampaikan pelajaran di kelas, seorang dokter menyampaikan masalah keluarga berencana kepada ibu-ibu rumah tangga. Reaksi yang diharapkan agar para pendengar mengerti dan memahami tentang suatu dan serta menambah dan memperluas pengetahuan mereka tentang hal yang kurang atau  belum diketahuinya. Uraian seperti ini bersifat instruktif atau uraian
yang mengandung pelajaran.
Tujuan suatu uraian disebut  menyenangkan, apabila pembicara bermaksud  menggembirakan atau menimbulkan suasana gembira atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini biasanya dilakukan dalam suatu resepsi, jamuan, pesta, perayaan, atau pertemuan gembira lainnya. Humor  merupakan alat yang penting dalam uraian seperti ini. Reaksi yang diharapkan dari uraian seprti ini bersifat adalah menimbulkan minat dan kegembiraan pada hati pendengar. Uraian seperti ini bersifat rekreatif  atau uraian yang menimbulkan kegembiraan dan kesenangan.
 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dapat diartikan sebagaisuatu tanggapan khusus yang diharapkan dari para pendengar setelah pembicara selesai menyampaikan suatu uraian. Tujuan khusus itu merupakan suatu hal yang diharapkan untuk dikerjakan, dirasakan, diyakini, dimengerti, atau disenangi oleh pendengar. Misalnya seorang pembicara akan menyampaikan suatu uraian dengan topik  ‘Cara Belajar Yang Efektif’ , maka dapatlah dibuat tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
Topik             : “Cara Belajar yang Efektif”
Tujuan Umum        : Mendorong
Tujuan Khusus    : Untuk  menarik sebanyak mungkin agar para pendengar untuk melaksanakan cara belajar yang efektif.
Dengan topik yang sama dapat ditentukan tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
Topik             :  “Cara Berlajar yang Efektif”
Tujuan Umum        :  Meyakinkan
Tujuan Khusus      :  Agar pendengar memperoleh keyakinan dalam dirinya tentang cara belajar yang efektif
Topik             :  “Cara Belajar yang Efektif”
Tujuan Umum     :  Berbuat atau Bertindak
Tujuan Khusus     :  Agar pendengar  setelah selesai mendengarkan uraian melakukan cara belajar yang efektif.
Topik            :  “Cara Belajar yang Efektif”
Tujuan Umum        :  Memberitahukan
Tujuan Khusus     :  Agar pendengar dapat membedakan cara belajar yang efektif dengan cara belajar  yang tidak efektif.
    Menganalisis Situasi dan  Pendengar
    Menganalisis Situasi
Dalam menganalisis situasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
    Maksud pengunjung mendengarkan uraian
    Adat kebiasaan atau tata cara kehidupan pendengar
    Susunan acara
Pembicara pada waktu, di tengah-tengah atau pada akhir acara. Pada waktu pagi, siang, sore, atau malam hari, sesudah atau sebelum perjamuan dan sebagainya dan sebagainya.
    Menganalisis Pendengar
Ada beberapa hal yang dapat dipakai untuk menganalisis pendengar yang akan dihadapi:
    Data-data  umum
Yang perlu dipehatikan dalam data-data umum ini adalah: jumlah pendengar, usia, pekerjaan, pendidikan, dan keanggotaan sosial atau politik.
    Data-data khusus
Data-data khusus yang perlu mendapat  perhatian meliputi:
    Pengetahuan pendengar mengenai topik yang dibawakan. Dalam hal ini pembicara harus berusaha dapat menentukan seberapa dalam pengetahuan pendengar tentang topik pembicaraan yang disampaikan. Jika pendengar terdiri dari bermacam-macam orang   dapat mengambil sebagai dasar yaitu pengetahuan rata-rata dari para pendengar.
    Minat dan Keinginan Pendengar
Hal ini pembicara harus berusaha mengetahui apa yang diperlukan oleh pendengarnya, terutama keperluan yang dapat menghubungkan pendengar dengan topik pembicaraannya.
    Sikap pendengar
Dalam garis besarnya sikap para pendengar terhadap suatu topik pembicaraan akan lahir dalam salah satu bentuk berikut: menaruh perhatian atau sama sekali apatis. Sedangkan terhadap pembicaraan sendiri para pendengar dapat mengambil sikap bersahabat, dan sikap angkuh.
Sikap apatis selalu timbul bila pendengar tidak melihat adanya hubungan antara pokok pembicaraan dan kepentingan dan persoalan mereka. Oleh karena itu, pembicara hendaknya selalu berusaha untuk mengaitkan pokok pembicaraan dengan persoalan hidup pendengar.
Sikap pendengar terhadap pembicara sangat ditentukan oleh sikap mereka, sejauh mana keintiman atau keakraban mereka terhadap pembicara sehubungan dengan pengetahuan pembicara tentang topik yang dibawakan itu.
Bila kita telah memperoleh data dan informasi tentang situasi dan sikap pendengar secara umum seperti sifat  pertemuan, kewajiban pembicara selanjutnya adalah berusaha agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi terebut. Penyesuaian diri ini sangat penting agar tujuan pembicaraan tercapai.

    Memilah dan Menyempitkan Topik
Persoalan yang akan disajikan biasa terlebih dahulu ditentukan oleh suatu panitia atau seseorang yang meminta seseorang pembicara. Namun kadang-kadang persoalan yang akan disajikan itu diserahkan  sepenuhnya kepada pembicara.
Pemilihan topik hendaknya disesuaikan dengan sifat pertemuan serta  data dan informasi tentang situasi atau pendengar yang akan hadir dalam pertemuan. Persoalan atau topik yang akan disajikan jangan terlalu luas, melainkan harus disempitkan atau dibatasi, disesuaikan dengan waktu yang disediakan.

    Mengumpulkan Bahan
Sebelum menyusun suatu naskah terlebih dahulu pembicara harus mengumpulkan bahan yang diperlukan. Bahan itu harus berhubungan dengan persoalan atau topik yang akan dibahas. Lebih banyak akan lebih lengkap bahan yang akan diperoleh akan memperlancar pembicara dalam menyusun suatu naskah. Bahan ini dapat diperoleh dari buku, majalah, dan surat kabar. Selain itu bahan dapat pula diperolah dari wawancara  dengan orang yang dapat memberikan informasi sehubungan dengan persoalan atau topik yang akan dibahas, hasil observasi, penelitian,  dan angket. Bahan yang diperoleh itu akan melengkapi pengetahuan dan pengalaman pembicara dalam pengolahan suatu naskah yang akan disampaikann. Pengumpulan bahan ini sama prinsipnya deengan diskusi kelompok.

    Membuat Kerangka Uraian
Agar memudahkan pembicara dalam menyusun suatu naskah sebelumnya pembicara harus membuat kerangka uraian terlebih dahulu. Kerangka uraian yang dibuat itu sebiaknya terperinci atau tersusun baik. Dalam kerangka tersebut persoalan atau topik yang akan dibahas dibagi menjadi beberapa bagian atau sub-sub topik. Tiap bagian-bagian itu dibagi pula menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang menjelaskan bagian sebelumnya.
Bagi orang yang sudah biasa berbicara dihadapan umum, kerangka seperti itu sudah tidak cukup untuk digunakan sebagai pegangan dalam pembicaraannya. Namun, bagi pertemuan tertentu atau bagi orang yang menghendaki suatu naskah uraian, kerangka uraian itu masih harus dikembangkan lagi menjadi suatu uraian atau karangan yang menarik dan menjadi suatu naskah pembicara yang diinginkan.

    Menguraikan Secara Mendetail
Uraian atau naskah disusun berdasarkan kerangka yang telah dibuat sebelumnya. Dengan kerangka yang terinci dan tersusun baik, penyusunan naskah diharapkan tidak akan mengalami kesulitan yang berarti.
Dalam penyusunan naskah hendaknya dipergunakan kata-kat yang tepat penggunaan kalimat yang efektif pemakaian istilah-istilah dan gaya bahasa yang dikehendakisehingga dapat menjelaskan uraian.
Teknik penyusunan naskah di bawah ini dapat menjadi pedoman:
    Dalam bagian pengantar uraian perlu disampaikan suatu orientasi mengenai apa yang akan diuraikan, serta bagaimana usaha untuk menjelaskan tiap bagian itu. Dengan cara ini diharapkan pendengar akan lebih siap untuk mengikuti uraian itu dengan cermat dan penuh perhatian.
    Dalam memasuki materi uraian, pembicara tiap kali harus menekankan bagian-bagian yang penting sebagian sudah dikemukakan pada awal orientasinya. Tiap bagian yang mendapat penekanan itu kemudian diikuti dengan penjelasan, ilustrasi, atau keterangan-keterangan yang merupakan perincian yang perlu diketahui pendengarnya.
    Pada akhir uraian, pembicara sekali menyampaikan ikhtisar seluruh uraian itu, agar para pendengar dapat memperoleh gambaran secara bulat sekali lagi mengenai seluruh persoalan yang baru saja selesai dibicarakan.

    Melatih dengan Suara Nyaring
Sebelum menyampaikan suatu uraian di hadapan umum hendaknya pembicara terlebih dahulu melakukan latihan membaca naskah, agar pada waktunya nanti dapat melakukan pidato dengan lancer. Dengan melakukan latihan, seorang pembicara akan dapat membiasakan diri dan menemukan cara dan gaya yang tepat.

    Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berpidato
Faktor-faktor penunjang keefektifan berpidato adalah sebagai berikut:

    Kejelasan Lafal
Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang disuatu masyarakat mengucapkan bunyi bahasa. Tingkat penyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Tetapi perlu diperhatikan jangan berteriak. Kita aturlah kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga mengingat gangguan dari luar.
    Intonasi
Intonasi adalah lagu kalimat atau ketepatan penyajian tinggi rendahnya nada. Menyebutkan sebuah kalimat haruslah berdasarkan kalimat itu sendiri sehingga intonasinya dapat dikatakan benar. Berdasarkan intonasinya kalimat dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: kalimat seru, kalimat tanya, dan kalimat berita.
    Nada
Nada adalah tinggi rendahnya bunyi. Kesesuaian tekanan nada sendi dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah yang menarik.
    Sikap Tubuh tenang dan tidak kaku
Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang  kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukan otoritas dirinya. Tentu saja sikap ini sangat ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi. Penguasaan materi yang baik setidaknya akan menghilangkan kegugupan. Namun bagaimana pun, sikap ini memerlukan latihan. Kalau sudah biasa, lama kelamaan rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar. Sebaiknya dalam latihan sikap ini ditanamkan lebih awal karena sikap ini merupakan modal utama untuk kesuksesan berbicara.
    Kelancaran
Pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Sering kali mendengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus-putus  itu  diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan  pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa dan sebagainya. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan.

    Metode Berpidato
Metode berpidato yang dimaksud  dalam penelitian ini adalah metode menghapal. Metode ini merupakan kebalikan dari metode impromptu. Penyampain lisan seperti pidato yang disajikan dengan metode ini dipersiapkan dan ditulis secara lengkap lebih dahulu, kemudian dihapal kata demi kata. Ada pembicara yang berhasil dengan metode ini, namun ada juga yang tidak. Pembicara dengan menggunakan metode ini sering menjenukan dan tidak menarik, ada kecenderungan berbicara cepat-cepat dan mengeluarkan kata-kata tanpa menghayati maknanya. Selain itu metode ini juga sering menyulitkan pembicara untuk menyesuaikan diri dengan situasi dengan reaksi-reaksi pendengar ketika menyampaikan uraiannya.


BAB III
METODE  PENELITIAN

    Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini  adalah penelitian kelas karena data diambil dari kelas sesuai dengan tujuan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, karena pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan kemampuan siswa kelas IX SMP Negeri 3 Wangi-Wangi tahun ajaran 2012/2013 dalam berpidato, yang selanjutnya dalam realisasi pengumpulan data dianalisis dengan menggunakan angka-angka dan ditabulasi sesuai dengan prinsip-prinsip statistik.

    Populasi dan Sampel
    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas 3 SMP Negeri 3 Wangi-Wangi Tahun ajaran 2012/2013. Siswa kelas IX terdiri atas lima kelas yaitu kelas IXa, IXb, IXc, IXd, dan IXe. Dengan  rincian masing-masing kelas berjumlah 23 siswa jadi jumlah keseluruhan adalah  orang.






TABEL 3.1
Jumlah Populasi Penelitian Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Raha
Tahun ajaran 2012/2013
No    Kelas    Jumlah Siswa
1    IXa    24
2    IXb    23
3    IXc    24
4    IXd    24
5    IXe    25
    JUMLAH    120


3.2.2 Sampel Penelitian   
Penentuan sampel dilakukan dengan teknik proportinate stratifaid random sampling. Populasi adalah keseluruhan objek dalam penelitian sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari anggota populasi yang menjadi objek penelitian. Jumlah populasi sebanyak 120 siswa, diambil 5% taraf kesalahan dari populasi sehingga diperoleh 89 siswa. Hal ini berdasarkan pandangan (Isaac dan Michael dalam Sugiono, 2009:86-87).

Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara acak dari keterwakilan masing-masing strata keseluruhan populasi. Populasi yang heterogen kemudian dipisah ke dalam kelompok-kelompok yang homogen pada kategori tingkatan nilai. Maka selanjutnya ditarik sampel dari masing-masing kelompok yang telah heterogen tersebut. Penarikannya secara acak dari setiap kelompok yang telah dikelompokan secara homogen. Adapun, nilai yang termasuk dalam pengkategorian penarikan sampel ini adalah sebagai berikut.

Adapun langkah-langkah penarikan sampel adalah sebagai berikut:
    Membuat undian berupa gulungan kertas dengan dua opsi pada undian tersebut yaitu gulungan kertas yang berisi checklist (tanda centang) dan kertas yang berisi cross (tanda silang).
    Menggulung kertas sebaik-baiknya dan memasukkannya ke kotak yang nantinya akan dibagikan pada siswa satu persatu.
    Sebelum siswa mendapat giliran untuk mengambil gulungan kertas, terlebih dahulu siswa dibagi berdasarkan strata (tingkatan) nilai.
     Siswa yang mendapat nilai 9 digabung menjadi satu kelompok, demikian halnya dengan siswa yang mendapat nilai 8, 7, 6.
    Setiap siswa mengambil satu gulungan kertas dan siswa yang mendapat gulungan kertas yang terdapat tanda centang menjadi sampel penelitian sedangkan yang mendapat tanda silang tidak menjadi sampel.

3.3  Instrumen Penelitian
   Untuk memperoleh data tentang kemampuan berpidato siswa kelas  IX SMP Negeri 3 Wangi-Wangi, maka jenis instrumen yang digunakan adalah tes lisan yakni  tes berpidato. Tema pidato yakni pendidikan. Sedangkan judulnya diserahkan kepada masing-masing siswa untuk membuatnya. Metode yang digunakan dalam berpidato tersebut diberikan pilihan yaitu metode menghafal atau metode naskah.

    Teknik Pengumpulan Data
 Pengumpulan data untuk keperluan peneliti yakni teknik tes kemampuan berpidato. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berpidato,  maka pada saat siswa  berpidato peneliti menilainya dengan menggunakan lembar observasi (terlampir) yang telah disiapkan. Tiap siswa diberikan kesempatan untuk berpidato maksimal 10 menit.

    Teknik Pengolahan Data
Adapun langkah-langkah pengolahan hasil tes keterampilan berpidato,  adalah: (1) menilai kejelasan lafal, (2) menilai intonasi, (3) kelancaran, (4) menilai nada dan, (5) menilai sikap tubuh. Di dalam setiap unsure yang mencapai 85% -100% diberi skor 4, mencapai 65% -84% diberi skor 3, mencapai 35% -64% diberi skor 2 dan unsur  yang hanya mencapai 0-34% diberi skor 1.
    Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan deskriptif kuantitatif, yaitu analisis berdasarkan persentase. Tujuanya untuk menggambarkan hasil penelitian secara objektif yang diperoleh dari lapangan berupa hasil menulis surat dagang dan  surat kuasa serta mempersentasekan tingkat kemampuan siswa pada setiap aspek yang diujikan baik secara individual maupun klasikal.
Siswa dikatakan mampu secara individu jika mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 65% dari setiap aspek yang dinilai sebagai standar yang digunakan oleh SMAN 1 Tinanggea. Sedangkan secara klasikal siswa dikatakan mampu apabila memiliki ketuntasan belajar 85 % dari setiap aspek yang dinilai.
Rumus yang digunakan untuk menentukan persentase kemampuan secara individual adalah:

    Keterangan:
KI = kemampuan individu
Fx = jumlah skor yang diperoleh siswa
N = jumlah skor maksimal
 Sedangkan, rumus menentukan kemampuan siswa secara klasikal adalah:

KK =  (" "  siswa yang secara individu memperoleh persentase ≥65 %)/(jumlah sampel)

Dari persentase yang diperoleh, baik untuk kemampuan siswa secara individual maupun secara klasikal, maka berpedoman pada Penilaian Acuan Patokan (PAP). Skor maksimum pada penilaian ini adalah 12, skor minimum adalah 1 dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada kelas XI SMAN 1 Tinanggea adalah 85% secara klasikal sebagai penentu pengkategorian apakah siswa kelas XI mampu atau belum.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Dari tabel tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
    Siswa dikategorikan sangat mampu menulis surat kuasa dan surat resmi, apabila mencapai skor 11 - 12 dengan persentase 85% - 100%.
    Siswa dikategorikan mampu menulis surat kuasa dan surat resmi, apabila mencapai skor 6-10 dengan persentase 65% - 80%.
    Siswa dikategorikan tidak mampu menulis surat kuasa dan surat resmi,  apabila mencapai skor 1 – 5 dengan persentase 5% - 60%.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar